-->

atas

    Saturday 26 September 2015

    Edwardsiellosis

    Nama lainEmphysematous Putrefactive Disease, Edwardsiella Septicemia [2]

    Etiologi/ penyebab: Edwardsiella tarda


    Hospes: tilapia, nila, lele, belut, mullet, bass bergaris, ikan mas, kakap merah, carp,  turbot, golden shiners (Notemigonus crysoleucas), Carassius auratus, largemouth bass (Micropterus salmoides), brown bullhead (Ictalurus nebulatus) [1, 2, 3, 6]

    Epizootiologi
    Penyakit ini merupakan penyakit yang penting secara ekonomi namun bukanlah penyakit bakterial yang umum pada channel catfish  di Amerika. Penyakit ini menyebabkan kasus yang serius pada budidaya Japanese Flounder. Meskipun tidak dilaporkan pada Belut Amerika namun menimbulkan kerugian yang besar pada belut Jepang di Jepang dan Taiwan [2].  Edwardsiellosis biasanya terjadi pada musim panas dengan suhu air yang fluktuatif atau saat cuaca hangat [1]. Kejadian penyakit juga berkaitan dengan polusi organik. Penyakit ini berlangsung kronis dengan tingkat kematian rendah. Hemolisin dan chondroitin sulfat dapat bekerja sebagai faktor patogenik [2]. Sumber penularan dari Edwardsiellosis adalah isi usus dari hewan pembawa (carier) seperti ular, ikan (belut dan lele), amfibi, fan reptil [1]. Reptil dan amfibi dapat bertindak sebagai karier/ pembawa. Kepiting, kura-kura, dan katak juga ditemukan ikut terinfeksi pada kolam yang terpapar penyakit ini. Bahkan Carrion - eating birds dapat mejadi sumber penularan yang penting. Edwardsiella tarda juga dikenal sebagai penyakit zoonosis. Bakteri ini telah diisolasi dari urin dan feses mamalia (sapi, babi), termasuk manusia. Pada manusia bakteri ini dapat menimbulkan penyakit meningitis, abses hati, luka eksternal, serta gastroenteritis [2]. 

    Gejala Klinis
    Tidak tersifat, ikan biasanya mengalami anoreksia. Ikan yang terinfeksi oleh bakteri ini menunjukkan gejala klinis berupa borok atau lesi yang berbau pada bagian flank (sisi tubuh) disertai dengan area kemerahan di seluruh tubuh [2]. Timbulnya penyakit ini diawali dengan adanya luka pada kulit yang kemudian meluas ke seluruh bagian tubuh sehingga menilmbulkan pendarahan. Luka ini berkembang menjadi nodul yang berisi pus (nanah) [3].   

    Perubahan patologi
    Secara umum terlihat adanya lesi pada kulit berukuran 3-5mm di bagian punggung dan sisi tubuh. Lesi ini berkembang menjadi abses kemudian membentuk area yang membengkak dan berbentuk cembung. Bentukan ini merupakan fistula yang berasal dari otot yang meluas dari massa subdermal. Organ kulit akan mengalami perubahan berupa hilangnya pigmentasi sedangkan otot berwarna kuning disertai bintik-bintik pendarahan saat dilakukan pengirisan. Pada mata terjadi tumefaksi, inflamasi dan hemoragi. Organ dalam seperti ginjal dan hati mengalami pembengkakan. Lesi berwarna putih ireguler berbagai ukuran dapat ditemukan di hati, limpa, dan ginjal [1,2]. 


    Pada ikan channel catfish teramati adanya bintik pendarahan petechiae dan nekrosis liquefactive berbau (produksi H2S) pada organ dalam dengan peritonitis fibrinosa. Ikan masih memiliki nafsu makan dalam kondisi infeksi berat. Beberapa ikan dapat menunjukkan bentukan lubang di bagian kepala yang secara makroskopis serupa dengan yang disebabkan oleh E. ictaluri. Pada belut Jepan penyakit ini memiliki dua bentuk. Pada bentuk nephric (nefritis interstitialis supuratif) berkaitan dengan foki nekrotik ginjal yang meluas ke organ lain (limpa, hati, insang, lambung, dan jantung). Bentuk hepatic (hepatitis supuratif) terdapat abses di hati yang meluas ke organ lain. Abses ini dapat menjadi ulcer yang meluas ke seluruh otot. Pada ikan tilapia lesi meliputi depigmentasi kulit, pembengkakan abdomen, dan opasitas kornea. Nodul yang berisi massa bacterial ditemukan di insang, ginjal, hati, limpa, atau usus [2]. 



    Perubahan mikroskopis yang diamati secara histologi menunjukkan nekrosis fokal yang meluas dari otot, jaringan hematopoietic, dan parenkim hati. Pada hati juga dijumpai adanya penumpukan leukosit disertai massa bacterial [1]. Pada Japanese flounder selain terdapat abses dan granuloma pada organ dalam, hepatosit mengalami hipertrofi. Pada ikan bass bergaris (stripped bass) hyperplasia epitel dapat menimbulkan gambaran tercabik-cabik. Disamping itu ikan juga mengalami  nekrosis pada linea lateralis, seluruh permukaan tubuh, dan insang [2]. Pada otak bakteri ini menyebabkan meningitis, encephalitis, dan vasculitis dengan nekrosis fibrinoid dari pembuluh darah [5]. 

    Metode Diagnosa
    Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mengkultur bakteri Edwardsiella tarda dari lesi pada kulit atau organ dalam [2] dengan media BHIA dan TSA [1]. Isolat  tumbuh dengan baik pada suhu 37oC namun akan muncul 2-4 hari pada suhu 25oC sebagai koloni kecil, kelabu, sirkuler, dan tersusun dari bakteri gram negative batang motil [2]. IFAT, LAMP, dan CE dapat digunakan sebagai  diagnose konfirmatori[1]




    Diagnosa Banding
    Edwardsiellosis sering dikelirukan dengan penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophilla dan Aeromonas salmonicida. Perbedaan antara kedua penyakit ini adalah infeksi oleh Aeromonas disertai dengan perubahan warna tubuh menjadi gelap dan diikuti pendarahan serta exopthalmia pad infeksi A. hydrophilla sedangkan pada infeksi E.tarda tidak. Infeksi A. salmonicida menyerang pada daerah kulit yang melanjut menjadi infeksi sistemik. Sementara bakteri A.hydrophilla menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit yang lebih dalam berupa hemoragi dan nekrosis. Infeksi oleh E. tarda ditandai dengan perubahan warna tubuh disertai pembentukan rongga berisi gas pada otot dan pembengkakan pada beberapa organ internal[4]. 


    Pencegahan dan Pengendalian
    Antibiotik Sulfamerazine, Oksitetrasiklin, Florfenicol (dosis 10mg/kg berat badan dalam pakan) dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Sementara untuk pencegahan dapat dilakukan tindakan vaksinasi [1, 3]. Tindakan control dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi, kualitas air, dan mengurangi kepadatan kolam. 

    Referensi

    [1]  Lio-Po. G.D. dan Inui, Y. 2014. Health Management in Aquaculture Second Edition. Southeast Asian Fisheries Development Center, Aquaculture Department.
    [2] Noga, Edward J. 2010. Fish disease : Diagnosis and Treatment Second Edition. Iowa State University Press: Iowa
    [3] Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius: Yogyakarta
    [4] Rahmawati, A., Uni Purwaningsih, Kurniasih. 2013. Histopatologi Dugaan Edwardsiella tarda sebagai Penyebab Kematian Ikan Maskoki (Crassius auratus): Postulat Koch. Jurnal Sain Veteriner, JSV 31(1), Juli:2013
    [5]. Verjan, N., Ikuo Hirono, Carlos Iregui. 2012. Edwardsiellosis, Common and Novel Manifestation of The Disease: A Review. ResearchGate http://www.researchgate.net/publication/262919030
    [6] Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta




    1 comment: